Thursday, January 18, 2007

Genggamlah Tanganku, Peluklah Diriku

Mungkin itulah perkawinan, sebuah lembaga yang diagung-agungkan ketika kita akan memasukinya. Segala persiapan besar dan kecil dipersiapkan. Segala yang terbaik, yang ada dalam jangkauan, maupun yang tidak terjangkau, dipilih. Demi nama baik, demi gengsi atau demi apapun... Segala pertanyaan ditanyakan, benarkah ia jodohku? Benarkah aku sudah siap menikah? benarkah ia akan jadi istri/suami yang baik? benarkah ia akan jadi ibu/ayah yang baik? benarkah...? benarkah..?

Hari perkawinan diharapkan menjadi seindah buku dongeng putri dan pangeran. Tamu-tamu yang membludak... harum dan rapi.... Pengantin yang cantik dan ganteng. Keluarga yang tersenyum bahagia...

Semua yang hadir merasakan aura cinta dari sang pengantin yang luar biasa di ruang pesta... Tiap hembusan nafas mereka, tiap lirikan pandang satu dan lainnya.... terasakan cinta... Hmmmm.... wanginya surga dunia.....

Lalu, apa yang terjadi 5 atau 10 tahun kemudian?

Ketika beragam masalah sudah menghantam, ketika berbagai badai kecil dan besar menerjang, ketika segala perbedaan semakin menguak, ketika anggota keluarga semakin bertambah dan ketika-ketika lainnya....

Masihkan cinta itu terasakan di udara? Dalam setiap hembusan nafas? Dalam setiap genggaman tangan suami istri? Dalam setiap do'a? Ataukah cinta itu telah menjadi sebuah hiasan semata? Sebuah akta/buku telah menggantikannya dengan kewajiban?

Setelah 10 tahun, mungkin sekedar sentuhan dan genggaman tangan pun bisa menjadi masalah. Suami yang merasa aneh dengan permintaan suaminya. Istri yang merasa wajar dengan permintaanya. Nabi yang mulia mengatakan, tiap genggaman tangan suami istri akan meluluhkan dosa-dosa diantara mereka berdua. Salahkah seorang istri yang meminta disentuh, digandeng atau dipeluk mesra suaminya? Tak perlu setiap hari, sekali-sekali cukuplah... Jangan hanya semata pada saat ingin melepaskan syahwat... karena sentuhan punya keajaiban yang menakjubkan!

Seorang yang sekarat bisa kembali hidup hanya dengan dibelai-belai orang-orang terkasih setiap saat, merasakan ia masih dibutuhkan. Seorang bayi prematur bisa selamat karena merasakan sentuhan ibunya setiap hari, walaupun sang ibu berada di luar inkubator. Penelitian membuktikan, seorang anak yang sering disentuh orangtuanya akan menjadi anak yang penyayang, bertanggung jawab, tangguh! Sementara anak yang jarang disentuh orang tuanya cenderung menjadi pemberontak dan mudah patah..

Sentuhan yang tulus, tidak hanya akan sampai di kulit, dia akan menebarkan rasa hangat hingga ke jiwa dan hati, memberikan energi yang besar. Sentuhan itu menyembuhkan. Menyembuhkan hati yang sakit, menentramkan jiwa yang gelisah.. Sentuhan memberikan kedamaian. Sentuhan itu kasih sayang....

Karena itulah beda rasanya sentuhan manusia dan sentuhan besi. Jika sentuhan tidak memberikan manfaat bagi manusia, untuk apa Allah menciptakan kulit manusia sedemikian rupa. Hingga terasa hangat bila bersentuhan... Hangat tapi tidak menyakitkan... Besi juga bisa dihangatkan, tapi terasa amat memerihkan....

Lagipula, kemana lagi seorang istri meminta hal-hal seperti ini? Apakah harus ia pergi ke orang lain hanya untuk hal seperti ini? Walaupun suaminya rela, mampukah ia mempertanggungjawabkan pilihannya ini di akhirat nanti? Membiarkan istrinya bergandengan tangan, bersentuhan, berpelukan dengan lelaki yang bukan muhrimnya?
Jika Nabi yang mulia saja sudah menjanjikan gugurnya dosa suami istri hanya dengan bergenggaman tangan, apa lagi yang perlu dipertanyakan? Begitu mudahnya menggugurkan dosa, begitu nikmatnya perkawinan. Begitu indahnya Islam.....

No comments: