Tuesday, April 17, 2007

When My Heart Choose

Kalau cinta sedang memanggilmu, apa yang akan kau lakukan?
Datang kepadanya dengan segenap rasa?
Atau menghindar darinya, karena takut terluka?

Hati memang katanya bukan 2+2 = 4, tapi katanya dengan hati 2+2 bisa jadi 4, bisa juga jadi 8. Atau malah jadi 0. Karena hati bukan sesuatu yang mudah diduga.

"Aku jatuh cinta", itu katanya.
"Ia teman sekantor ku. Lelaki pekerja keras yang tampan. Badannya kurus, kulitnya putih bersih. Wajahnya terlihat amat terang. Pancaran matanya membuatmu ingin terus ada di dekatnya. Ia tidak genit, juga tidak sembarangan memperlakukan orang. Ia baik dan sopan."
Ia mengambil nafas panjang. Menghembuskannya pelan-pelan. Seolah sedang menikmat tiap hembusan oksigen yang keluar dari hidungnya.

"Kami tidak pernah melakukan hal yang memalukan. Baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Kami juga tidak mencari-cari kesempatan untuk berdua-duaan." Ia seolah sedang meyakinkan diriku.

"Tapi entahlah, sepertinya kami tahu bahwa kami saling tertarik satu sama lain. Pertama kali aku melihatnya, aku melihat sosok yang aneh. Kemudian, aku perhatikan bahwa ia amat pendiam. Kemudian kuperhatikan lagi, wajahnya enak dipandang. Tiap kali berada di dekatku, ia menatapku lekat dan hangat. Seolah sedang ingin membaca hati & pikiranku. Membuatku merasa rikuh, tapi sekaligus hangat. Hihihi..." Ia tertawa kecil.

"Sudah lama tidak ada lelaki yang memandangku seperti itu. Tidak juga suamiku." Wajahnya menunduk. Matanya mencari-cari sesuatu. Entah apa..

"Aku tahu ia bukan jenis lelaki yang akan tiba-tiba mengajakku kencan, atau apa lah sejenis itu. Dan aku juga tahu, aku mungkin akan menolak bila itu ia lakukan."

"Hanya satu hal yang aku rasakan, betapa diri ini lemah terhadap godaan. Dan betapa godaan ada dimana-mana. Setan memang tidak akan pernah berhenti menggoda, sampai kita masuk kedalam golongannya. Bukankah begitu kata Al Qur'an?" Ia bertanya padaku. Tanpa meminta jawaban.

"Aku tidak pernah ingin mencarinya bila ia tak ada di kantor. Walaupun aku menikmati kehadirannya. Tapi... tiap kali kuingatkan diriku sendiri, bahwa ini cukup sampai disini. Bahwa ini tidaklah cukup berharga untuk diteruskan lebih jauh. Bahwa aku memiliki tanggung jawab ku terhadap suami, anak-anakku dan Allah ku. Mungkin suamiku tidak akan peduli bila aku menjalin hubungan yang gimanaaaa gitu dengan dia. Mungkin anak-anakku juga tidak akan pernah tahu bahwa bunda nya sedang jatuh cinta dengan pria selain ayahnya. Tapi Allah ku pasti tahu. Dan dia pasti tidak suka. Kalau dia marah, hancurlah hidupku. Karena Dia lah satu-satunya penolongku sejati. Lalu, bagaimana pula aku mesti mempertanggungjawabkan semuanya di akhirat nanti? Aku bukan orang suci, tanpa aku membuat hubungan yang aneh-aneh dengan pria lain pun, sudah banyak dosa yang mesti aku pertanggung jawabkan." Ujarnya sambil tersenyum simpul

"Lagipula, bagaimana kalau nanti istrinya tahu lalu sakit hati? Lalu keluarga mereka berantakan? Aku tidak ingin menjadi perusak rumah tangga orang. Aku tahu bagaimana rasanya rumah tanggaku diacak-acak orang lain dan betapa bencinya aku dengan perempuan yang lemah terhadap godaan seperti itu. Perempuan yang bersedia mempertaruhkan harga diri nya demi mendapatkan cinta yang terlarang. Perempuan yang bersedia mempertaruhkan keluarga nya dan keluarga orang lain demi kegembiraan pribadinya. Aku sungguh membenci orang-orang lemah seperti itu!" Matanya memancarkan cahaya kebencian yang sangat. Aku belum pernah melihatnya semarah ini.

"Tidak!! Aku putuskan untuk tidak melayani hawa nafsuku. Aku putuskan untuk tidak menjadi lemah. Aku kuat! Aku putuskan untuk tidak membuat Rabb ku marah. Aku putuskan untuk terus menerus fokus memperbaiki hubungan ku dengan suamiku dan anak-anakku, karena itulah yang seharusnya aku lakukan. Karena dengan begitu, dosaku mungkin akan diampuni. Karena dengan begitu, mungkin akan kutemukan surga duniaku dan mungkin nanti surga di akhiratku. Aku merasa lebih nikmat berjalan berdua dengan suamiku, menggandeng tangannya, walaupun kadang dia tidak mau hihihi... daripada menggandeng tangan suami orang lain, walaupun dia mau. Walaupun dia yang memulai menggandeng tanganku." Tegas sekali ia bicara. Jujurkah yang ia katakan?

"Mudah-mudahan ya, teman mu ini selalu diberikan petunjuk oleh Allah. Biar gak ngawur hidupnya. Biar berkah semua. Amin..." Ia pun menutup ceritanya.

Amin, semoga Allah selalu menjagamu sahabatku. Karena ia tidak akan pernah meninggalkan hambanya yang patuh, ikhlas dan sabar.

17 April 2007